penghujung kisah

Hal itu tak lantas membuatku putus asa, seakan aku harus tunjukkan usahaku yang sebenarnya. Apa daya, usahaku tak cukup mampu buatmu kembali, tak cukup buat kau memihakku. Harus bagaimana lagi? Memulainya dari awal lagi? Entahlah, diriku seketika lemah, rapuh, tak sekuat seperti dulu. Apakah aku harus berjuang sendirian ?

Hebat, kau lautan luas. Aku hanyalah perahu kecil yang sesaat mengarungi luasnya laut hatimu. Berkali-kali aku terombang ambing, berkali-kali aku merasakan ketenangan lautmu, dan berkali-kali pula aku dihantam ombak besar dalam lautmu. Ternyata hal itu tak menjadikanku pelaut ulung yang dapat menaklukkan lautan hatimu.

Menentukan pilihan. Ya, meskipun gagal menerjang ombak dilautan itu, pilihan satu-satunya , pilihan terburuk, pilihan yang dianggap orang lain pecundang, "menepi". Ya, sebuah jalan terakhir bila perahu kecil ingin selamat. Menepi dari terjangan ombak. Menepi untuk beristirahat sejenak, atau bahkan menepi untuk selama-lamanya tidak akan kemabali mengarungi lautan.

Perahu yang kecil, tak terawat, tak ada yang peduli. Perahu yang nasibnya tidaklah sebaik nasib perahu lain. Perahuku telah menepi, menepi dari lautan itu. Perahu ini terlalu kecil bila harus berlayar sendirian menerjang ombak. Perahu ini tak kuasa untuk tetap bertahan di lautan hatimu. Bayangkan saja, terlalu banyak perahu besar lainnya yang juga turut mengarungi lautan itu. Lantas bagaimana nasib perahu kecil ini? Tak akan ku arungi lagi lautan itu.

Terimakasih lautan luas. Kau mengajariku akan suatu hal. Jangan memaksa untuk berlayar jika kau hanya memiliki perahu kecil tanpa adanya pelaut ulung didalamnya.

Mengertilah disaat engkau tiba dalam suatu penghujung kisah. Pernahkah kau memikirkan baik buruk untuk kedepannya? Pernahkah kau berpikir siapa yang harus menyalahkan dan disalahkan? Atau bahkan engkau dan lautanmu tak akan pernah mempedulikannya.